Kisah Sukses Firdaus Ahmad Mantan Kenek Menjadi Pengusaha Sukses Di London
Iseng-iseng admin Fortune 99 membaca berita di Tempo.co eh nemu kisah menarik tentang kisah sukses pengusaha Indonesia. Kisah seorang mantan kenek alias kondektor angkot kampung melayu - Bekasi yang sukses menjadi pengusaha di London. Di London??.. Yup!!.. Di London. keren khan?!.. Bagi sobat yang tertarik ingin mengetahui Kisah Sukses Firdaus Ahmad Mantan Kenek Menjadi Pengusaha Sukses Di London bisa menyimak kisahnya semenjak masa getirnya sampai masa kesuksesannya. Dijamin keren banget nih Bang Daus!.. Yup! kampung Melayu..kiri bang!!.. :)
Suara Pance Pondaag (busyet jadul amat nih lagu!) menyanyikan Demi Kau dan Si Buah Hati
menemani Firdaus Ahmad menyetir Mercedes 120 CDI di jalanan London yang padat
pada suatu siang akhir Februari 2012 lalu. Mobil jembar yang sanggup mengangkut
sepuluh orang itu adalah kendaraan "dinas" laki-laki 54 tahun ini
dari rumah ke restorannya.
Nusa Dua Restaurant berdiri di sudut Dean Street 11, Soho,
di jantung ibu kota Inggris itu. Bangunan tiga lantai ini satu-satunya restoran
Indonesia di kawasan belanja dan tempat nongkrong anak-anak muda itu.
"Sejak Presiden Barack Obama datang ke Indonesia, menu favorit di sini
nasi goreng," kata Daus.
Selain itu, ada banyak makanan khas Indonesia di daftar
menu: ayam kremes, sayur asem, sambal terasi, tahu isi, soto ayam, tempe, dan
kerupuk udang. Saya makan di sana ketika restoran masih tutup menjelang sore.
Tapi, di depan pintu, pelanggan dari pelbagai ras yang akan makan malam sudah
antre mengular. (kata Saya disini adalah sdr. Bagja Hidayat, Wartawan Tempo.co -redaksi)
Resto ini adalah buah kerja keras Daus selama 20 tahun. Ia
tiba di London pada akhir 1981 dengan tiket pesawat yang dikirim saudaranya,
sopir di Kedutaan Besar Indonesia di London. Daus nekat berangkat ke Inggris
karena penghasilan sebagai kondektur angkutan kota Kampung Melayu-Bekasi tak
menentu.
Mendarat di Bandar Udara Heathrow yang sibuk, lulusan SMA 1
Indramayu ini termangu dua jam. Ia tak tahu jalan keluar. Ia amati setiap
penumpang. Asumsinya, orang yang kusut pasti baru mendarat setelah penerbangan
yang jauh. Ia ikuti mereka menyeret koper. "Saat itu saya baru tahu arti
''exit'' itu keluar," katanya (Firdaus), terbahak.
Daus lalu bekerja di restoran Indonesia sebagai pencuci
piring. Tapi resto ini tak berumur lama. Pemiliknya ketahuan mengakali pajak.
Pemerintah mengambil alih dan menjualnya. Pembelinya adalah tukang masak asal
Malaysia. Resto itu kini jadi rumah makan Asia yang tukang masaknya adalah
pemilik lama, bekas majikan Daus.
Seorang pengusaha Singapura kemudian mendirikan Nusa Dua
Restaurant. Daus diajak bergabung dan naik pangkat jadi chef. Tapi perkongsian
ini hanya bertahan tiga tahun. Pengusaha itu tak sanggup membayar cicilan
modal. Royal Bank of Scotland (RBS) menyitanya. Daus kelimpungan tak punya
pekerjaan.
Pada 1991 ia sudah menikahi Usya Suharjono, perempuan manis
yang tengah kuliah kesekretariatan di London. Ayah Usya adalah wartawan radio
BBC seksi Indonesia. Ia mengikuti orang tuanya ke London setelah lulus SMA 2
Jakarta Pusat pada 1983. Daus punya ide mengambil alih Nusa Dua.
Usya maju sebagai negosiator dengan bank karena ia fasih
berbahasa Inggris. Daus hingga kini masih gagap. Kepada tiga anaknya, ia
berbicara dalam bahasa Indonesia, tapi dijawab dalam bahasa Inggris. Usya
membujuk bahwa resto itu merugikan RBS karena tak mendatangkan untung,
sementara pajak tetap harus dibayar.
Daus meyakinkan mereka akan mengelola rumah makan dengan
jaminan membayar cicilan 1.000 pound tiap bulan tepat waktu. ”Jika tahun
pertama pembayaran tak jelas, bank silakan ambil alih lagi,” katanya. Deal. RBS
ternyata setuju.
Sejak itu, Daus yang pegang kendali. Ia belanja, ia memasak,
ia pula yang melayani pembeli. Karena makanan racikannya enak, pelanggan lama
kembali, dan pembeli baru berdatangan. Restorannya mulai untung dengan omzet 10
ribu pon (Rp 140 juta) setiap pekan. Dalam waktu enam tahun, utang 100 ribu
pound lunas.
Tabungannya mulai kembung. Daus membeli sebuah rumah seluas
300 meter persegi seharga Rp 5,2 miliar di sudut jalan dekat sekolah anaknya.
Rumah sembilan kamar itu kini disewakan kepada pelancong asal Indonesia dengan
tarif 19,5 pound semalam. Meski tak ada papan nama, orang tahu rumah bata merah
di sudut jalan kompleks elite Colindale itu ”Wisma Indonesia”.
Daus-Usya tinggal tak jauh dari situ. Tiga mobil nangkring
di garasi. Semuanya Mercedes yang harga satu unitnya rata-rata Rp 1,4 miliar.
Daus kerap bolak-balik London-Bekasi untuk menengok keluarga besarnya di
Jatiasih.
Setelah semua pencapaian ini, Daus hanya punya satu
cita-cita: pulang kampung setelah anak-anaknya mandiri dan membuat taman
pendidikan agama untuk anak-anak miskin.
Oke keren Bang Daus!.. semoga cita-cita abang bisa terwujud. Bagi rekan-rekan entrepreneur semoga kisah ini bisa menjadi bahan motivasi bagi kita bahwa serendah apapun jabatan kita dan sesulit apapun kondisi kita bila kita mau berusaha maka kesuksesan itu tidak mustahil untuk kita raih. Bisa jadi disaat titik tersulit maka itulah titik balik takdir kesuksesan kita.
Oke tetap semangat!!.. Just Go for success!!.. :)