Mengangkat Potensi Bahan Lokal Sebagai Bisnis
Bahan baku merupakan hal yang penting bagi sebuah bisnis
yang berbasis produksi. Terkadang bahan baku yang mahal ataupun musiman
merupakan kendala tersendiri bagi pelaku usaha. Hal inilah yang mendorong
pasangan suami istri di Yogyakarta berpikir dan memutuskan bahan baku produksi
yang murah dan mudah di cari. Mengangkat potensi bahan baku lokal sebagai
bisnis menjadi patokan usaha produksi tasnya. Maksudnya? Begini kawan langsung
ke kasus saja. Di tengah persaingan dengan tas produk asing yang marak di
pasaran, pasangan suami istri Indro Pranomo dan drg. Ferry Yuliana lebih memilih
bahan-bahan lokal seperti misalnya mending, rotan, agel, pandan, eceng gondok, benang
nilon dan kain batik, untuk dibuat menjadi aneka macam tas natural dengan nilai
seni cukup tinggi dan memiliki nilai jual di pasaran.
Kecintaannya terhadap tas natural, mulai tertanam di hati
Yuliana ketika pada tahun 2002 silam Ia bekerja di sebuah perusahaan tas cukup
ternama di Yogyakarta. Kala itu Ia memutuskan resign dari pekerjaannya karena
tengah menunggu kelahiran buah hatinya. Sambil mengisi waktu luangnya selama di
rumah, Yuliana yang saat itu sedang hamil iseng-iseng membuat kreasi tas dari
bahan alami. Siapa sangka bila keisengan tersebut membuahkan tas natural yang
cukup cantik, dan dari sinilah wanita kelahiran 18 Juli 1974 ini mulai percaya
diri untuk memperkenalkan produk tas buatannya kepada beberapa kolega yang Ia
miliki.
Melihat respon pasar yang cukup bagus, Yuliana dan suaminya
mulai tertantang untuk menekuni bisnis tas natural dengan serius dan
memproduksi aneka macam jenis tas etnik dengan bahan-bahan alam yang tersedia
di Indonesia. Meskipun Ia terbilang pemain baru di dunia fashion (khususnya
tas), namun pasangan ini memberanikan diri untuk mengikuti pameran Inacraft
untuk mengenalkan produk-produknya di pasaran.
Terbukti, strategi ini terbilang cukup efektif. Dengan
mengusung bendera “Gendhis” sebagai brand produk tas yang Ia pasarkan, Yuliana
dan suaminya bisa menjual kurang lebih empat ratus item tas etnik dengan omzet
selama pameran sekitar Rp. 50 juta. Tentunya ini angka yang cukup besar bagi
seorang pemula seperti Yuliana beserta suami yang rela menggadaikan sepeda
motornya senilai Rp 5 juta untuk membayar biaya sewa di pameran Inacraft.
Setelah melihat perkembangannya semakin pesat, pada tahun
2004 Yuliana mulai berbagi peran dengan sang suami. Untuk memenuhi permintaan
pasar yang semakin meningkat, Yuliana berkonsentrasi menangani proses produksi
sedangkan suaminya lebih fokus menyusun strategi pemasaran dan branding produk
baik secara online maupun offline.
Harmoninasi kerjasama yang dibangun pasangan suami istri ini
memang benar-benar berhasil. Ditangan sang suami, pemasaran tas Gendhis bisa
menjangkau pasar yang lebih luas dan mulai membuka gerai di beberapa mall,
hotel, serta memiliki gerai independen dan jaringan dealer di kota-kota besar
seperti misalnya Jakarta, Bandung, Semarang, Medan, Balikpapan, Solo dan Bali.
Tak hanya itu saja, sekarang ini berkat inovasi produk yang
Ia tawarkan, kreasi tas Gendhis mulai menembus pasar global dan diminati
konsumen di tingkat internasional. Bahkan beberapa gerai sudah dibangun di
negara-negara tetangga, seperti misalnya Selandia Baru, dan Malaysia, serta
mulai memasok tas natural ke negara maju seperti Italia, Jepang, dan Amerika.
Dengan mengusung bahan-bahan alami dalam proses produksinya,
sekarang ini kerja keras dan kerja sama Ferry Yuliana dan Indro Pranomo berhasil menjadi salah satu pengusaha tas
yang sukses berbisnis dengan mengangkat potensi bahan lokal di sekitarnya.